TRADISI “MESURYAK” Melepas Leluhur Ke Suargaloka

mesuryak

 

Jika berbicara tentang tradisi di Bali memang tidak akan pernah ada habisnya. Banyak sekali tradisi yang dilaksanankan yang terkait dengan ritual keagamaan, dan setiap tradisi memiliki keunikan masing-masing yang menambah daya tarik tersendiri. Jika pada artikel sebelumnya penulis membahas beberapa tradisi perang dan nanti akan masih ada lagi tradisi-tradisi perang yang lainnya yang akan penulis share di sini. Kali ini penulis membuat artiket tentang tradisi “Mesuryak” jika dalam bahasa Indonesia dapat diartikan berteriak beramai-ramai / bersorak. Bagaimana tradisi ini dijalankan? mari kita simak kisahnya.

Perayaan hari suci kuningan (salah satu perayaan keagamaan di Bali) di Banjar Bogan Gede, desa Bongan Puseh kabupaten Tabanan-Bali, selalu berlangsung meriah. boleh dibilang perayaan Kuningan di banjar ini penuh makna. Sejak pagi, warga setempat tampak sibuk menyiapka berbagai bebantenan (sesajen). Seperti umat Hindu pada umumnya, mereka mempersebahkan banten ke setiap pura. Menjelang siang suasana semakin meriah, masyarakat mempersiapkan ritual Masuryak, tradisi unik yang rutin dilaksanakan setiap enam bulan sekali. Tradisi Mesuryak digelar oleh masyarakat untuk mengakhiri rangkaian perayaan Kuningan sekaligus merupakan suatu ritual untuk mengantarkan para leluhur kembali ke Suargaloka (surga). Uniknya, tradisi tersebut disertai dengan melemparkan lembaran uang ke jalan. Uang disimbolkan sebagai kemakmuran, sekaligus bekal untuk para leluhur kembali ke alam sunia.

Seperti apa prosesinya?

Sejak pagi buta, sebelum matahari terbit masyrakat Bogan gede sudah terlihat sibuk dengan persiapan upakara, terutama para wanitanya. Mereka bersiap-siap menuju Pura Khayangan Tiga (Pura yang ada disetiap desa di Bali) dan Pura Paibon (Pura keluarga) mempersembahkan banten (sesajen). Menjelang siang hari, persiapan Mesuryak dimulai, masing-masing keluarga berkumpul di merajan gede ( bangunan Pura) lalu menggelar persembahyangan bersama-sama. Ritual berlanjut ke depan pintu gerbang keluarga, setelah sesajen dihaturkan, perwakilan keluarga melempar uang ke atas. Mulai dari pecahan Rp. 1.000 hingga Rp. 100.000. Warga yang berkumpul menyeruak mendekat, saling berebut lemparan uang, mereka saling sodok, bahkan tak jarang ada sampai yang terluka. Meski saling sikut namun tak ada terlihat emosi semuanya bersorak gembira. Ritual Mesuryak didominasi oleh para pemuda dan juga anak-anak sedangkan kaum ibu-ibu memilih bersorak di pinggir jalan.

Tradisi melempar uang dibuat bergiliran, dari ujung kampun hingga batas utara desa, tujuannya adalah agar warga dapat berebut uang secara adil. Jika ditaksir, total uang yang dilempar selama tradisi Mesuryak hampir mencapai Rp. 2o jt lebih. Besarnya didasarkan kemampuan masing-masing. Semakin mampu sesorang, maka semakin besar nilai uang yang dilemparkan. dalam tradisi ini tak ada satu warga pun yang melewatkan untuk menyaksikan “hujan uang” meski begitu memang tak semua warga ikut berebut uang yang dilemparkan namum menjadi penyemangat dan pengembira dengan bersorak menambah semarak tradisi mesuryak. Banyaknya uang yang dilempar membuat warga yang mengikuti tradisi ini panen uang, bagi yang beruntung bisa mendapat uang sebesar Rp. 200.000, namun ada juga yang hanya mendapatka Rp.5000. Meski begitu bukan itu tujuan utama dari tradisi Mesuryak, Tujuan utama adalah rasa bahagia dan kegembiraan yang ditimbulkan yang diyakini oleh masyarakat bahwa para leluhur pun akan kembali pulang dengan tenang dan damai lalu memberikan berkah kemakmuran. Tradisi ini telah ada sejak turun-temurun dimana para warga menghatar para leluhur pulang ke surga dengan tradisi Mesuryak. Dahulu Tradisi Mesuryak menggunakan uang kepeng, namun seiring perkembangan jaman uang kepeng diganti dengan lembaran Rupiah.

Leave a comment